16/06/2011

Borobudur : Keajaiban Warisan Sejarah Indonesia

Menikmati Keindahan Matahari Terbit di Candi Borobudur

ini baru nama nya liburan yang gw inginin jalan jalan bersama bini tercinta...:

Anda yang ingin berwisata ke Candi Borobudur di Jawa Tengah mengapa tidak kali ini mengejar keindahan terbit Matahari-nya. Nikmatilah mengintip sang surya malu-malu bersinar dari balik Gunung Merapi yang masih diselimuti kabut pagi. Aroma pagi hari yang segar sangat sempurna dalam balutan nuansa keajaiban warisan sejarah Indonesia menjadi pengalaman yang takan terlupakan. Bulan Mei hingga Juli merupakan waktu yang tepat untuk menikmati moment ini mengingat cuacanya sedang cerah.

Pemandangan Matahari naik di langit perlahan-lahan dari balik Merapi di pagi hari, warnanya jingga berpendar alam warna ungu kebiru-biruan. Warna-warna itu terlihat indah di atas batu-batu candi yang berwarna abu-abu kehitaman. Warna kemerahan pun hadir di ufuk timur disambut stupa dan patung Budha yang monumental. Batu-batu ikut berpendar kemerahan menunjukkan wajah damai Sang Budha. Jangan lewatkan kesempatan mengabadikan gambar indah ini dilengkapi latar depan stupa Candi Borobudur.

Anda yang ingin mengejar keindahan Matahari terbit di Candi Borobudur perlu membayar tiket masuk sebesar Rp220.000,00 untuk wisatawan lokal dan Rp320.000,00 untuk wisatawan asing.

Anda bisa masuk melalui Hotel Manohara yang berada di dalam kompleks Wisata Candi Borobudur. Sebaiknya Anda datang pukul 04.00 WIB dan membayar tiket masuk kepada petugas di hotel. Anda akan diberi batik bercorak Candi Borobudur yang wajib dikenakan. Berikutnya akan ditemani oleh seorang pemandu yang akan memberitahukan posisi tepat menyaksikan Matahari terbit yang memikat ini.

Setelah menikmati indahnya Matahari terbit, Anda akan mendapatkan morning tea dan sarapan pagi. Jadilah pengalaman ini sebuah kenangan indah dari aura kedamaian Borobudur yang tak terlupakan.

Saat ini wisatawan lebih tertarik untuk melihat Matahari terbit dari pada Matahari tenggelam dari Candi Borobudur. Pada waktu libur sekolah wisatawan bisa mencapai 1.500 pengunjung.

Malioboro
TAK sepadan kiranya disebut sebagai perjalanan wisata bila tidak menyinggahi Yogyakarta. Layaknya Kota Roma di Italia, banyak jalan menuju Yogyakarta. Dari arah utara, Yogyakarta bagaikan kesejukan dan kesenangan ragawi yang hanya bisa ditawarkan oleh sebuah oasis. Dari barat, sensasi romantisme yang klasik menunggu jiwa-jiwa yang berharap ada lagi benih-benih cinta dan harmoni. Sedangkan dari timur, sebuah harapan akan persaudaraan dan teman sejati yang lebih berkesan menaungi setiap jengkal langkah yang terus mendekat jantung kota. Yogyakarta adalah bagian dari perjalanan yang akan mampu merubah satu persinggahan menjadi sebuah tempat untuk selalu pulang.

Begitu menapakkan kaki di Malioboro, ada banyak hal yang bisa Anda lakukan. Mulai dari berbelanja ria di sepanjang jalan Malioboro dan meniti setiap toko-toko di pasar Beringharjo di siang hari. Lidah Anda akan dimanjakan dengan menyantap makanan di lesehan dan Angkringan pada malam hari. Nikmati pula pertunjukan seni yang beraneka ragam sambil berjalan-jalan sepanjang jalan Malioboro. Bahkan sekedar duduk santai menikmati suasana Malioboro di kursi depan Monumen Serangan 11 Maret sudah cukup membawa Anda pada suasana romantis kota penuh kenangan ini.

Setiap kota memiliki jalur yang menjadi poros kegiatan dan penabur inspirasi bagi berjuta warganya. Jalur ini menjabarkan arti dari senyuman ramah kepada tamu kota, juga kepada sesama warga. Jalur ini pula yang mendefinisikan etalase keagungan seni yang diapresiasi oleh langkah-langkah yang berhenti, terhipnotis karena keindahannya. Di Yogyakarta, jalur ini telah mencuatkan dirinya, sekaligus kota dan negaranya. Inilah jalur yang berawal dari ungkapan Maliya Saka Bara, ‘mulia dari pengembaraan’, atau ada juga yang mengartikannya ‘jalur untuk orang kecil’, bukan ningrat. Jalur ini dikenal dengan sebutan Malioboro.

Seikat kain batik terurai di tepian trotoar Jalan Malioboro, menangkap tiupan angin dari arah samping sehingga melambai bagai ingin terbang dari tangan wisatawan asing. Pengayuh becak yang bertudung caping menangkapnya dengan tawa dan sapaan berlogat Jawa. Angin kembali menghilang, tapi dua orang telah menjalin kata-kata. Skenario ini berlipat dan terus bertambah. Sedangkan panas matahari yang mengeringkan genangan air di depan Pusat Informasi Pariwisata perlahan memaksa pengunjung Jalan Malioboro melenggang di bawah keteduhan lorong-lorong bangunan kuno yang masih berdiri teguh. Semakin rapat mereka berjalan dan berlalu-lalang, semakin mesra ikatan persahabatan terjalin.

Di sinilah deretan pedagang kaki lima menjual berbagai macam barang yang unik dan menarik. Mulailah dari berburu batik, asesoris etnik, tas, hingga perabotan rumah tangga seperti taplak meja dan lampu. Semua itu dibandrol dengan harga yang miring asalkan Anda dapat menawarnya dengan lihai. Selain itu, di kawasan ini juga terdapat Mirota Batik, sebuah toko yang menjual pakaian, asesoris yang unik, tas, hiasan untuk mendekorasi rumah, alat musik tradisional, souvenir, dan banyak yang lainnya.

Beringhardjo seolah malu membukakan gerbangnya, tertutup jajaran penjaja kudapan asli Yogyakarta. Memasukinya seperti menjodohkan isi dompet dengan barang-barang terbaik bagi badan. Belum lagi saat malam menjelang, dimana lesehan layaknya café jalanan yang tak bekursi, bagai arena permainan bagi petualang kuliner. Redup di satu sisi tak menjadi halangan bagi band jalanan karena di sisi lain, benderangnya lampu meja selalu mengisyaratkan ‘selamat datang’ bagi para penghibur di Jalan Malioboro, rumah para seniman, dan jalur untuk saling jatuh cinta bagi para pengunjung dan tuan rumah kepada kota yang menaunginya, Yogyakarta.

Warung Lesehan
Setelah deretan toko di Malioboro tutup, warung-warung lesehan mulai tampak memasang tenda dan menggelar tikar dan siap untuk berjualan. Warung-warung lesehan ini mulai buka dari pukul 07.00 sampai pagi. Di depan hotel Garuda sampai ke depan perkantoran Pemda Yogya, banyak digelar warung lesehan. Di sini tersedia berbagai macam makanan mulai dari ayam goreng, bebek goreng, pecel lele, burung dara goreng beserta lalapan dan sambal, sate dan yang paling terkenal sebagai makanan khas Yogya yang paling otentik ialah gudeg yogya yang disajikan bersama pelengkapnya seperti ayam, telur pindang, krecek kerupuk kulit sapi, dan terkadang dengan ceker ayam yang nikmat yang ditaburi cabai rawit utuh yang menambah cita rasa gudeg tersebut. Namun, setiap warung lesehan yang menjual gudeg di sinipun berbeda-beda dalam penyajian dan rasanya, setiap warung memiliki ciri khasnya masing-masing.

Saat bersantap makanan yang dijual di warung-warung lesehan ini, para pembeli biasanya dihibur oleh para musisi jalanan alias pengamen yang menambah semarak suasana malam hari kota Malioboro. Jangan heran jika melihat para pengamen ini berbeda dengan pengamen yang biasa kita lihat di bus atau kota-kota lainnya. Mereka tampil profesional, bahkan ada sekelompok pengamen yang membawa biola, gitar, bas betot, gendang, dll.

KUlINER :
Angkringan
Satu lagi yang khas dari Yogya adalah angkringan yaitu warung berbentuk gerobak yang menyediakan serba serbi makanan lokal yang banyak terdapat di utara Stasiun Tugu yang menjual berbagai macam makanan, seperti bacang, gorengan seperti ote-ote dan tempe goreng, nasi kucing yang harganya sangat murah seharga Rp1.000,00 per bungkus, pisang rebus, dan kacang tanah rebus.

Café dan Restoran

LEGIAN GARDEN RESTAURANT
Jl. Perwakilan (Malioboro) Lantai 2 No. 9 Yogyakarta
Telp: +62 274 7465375
Fax: +62 274 512377

FM Cafe & Resto
Jl. Sosrowijayan No. 10 Yogyakarta 55271

Toko oleh-oleh
Pada siang hari tidak banyak penjual makanan kecuali makanan yang dijual di mall dan toko oleh-oleh terutama toko di dalam stasiun tugu yang dekat dengan Maliboro yang menjual bakpia patok, wingko babat, enting-enting kacang, yangko, dan beraneka jenis keripik. Salak pondoh juga menjadi salah satu oleh-oleh wajib dari kota Yogya yang banyak dijual di sekitar pinggiran Malioboro.

No comments:

Post a Comment